* Peserta Diusir, Puluhan Polisi Kawal
Acara
* Ketua MAA Aceh: Ini Salah Paham
Kegiatan dialog dan
sosialisasi Lembaga Wali Nanggroe dilaksanakan Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi
Aceh di Meulaboh, Senin (11/11), dihadang dan coba digagalkan oleh anggota Pembela
Tanah Air (PETA) kabupaten setempat. Namun acara ini tetap berlangsung dengan
pengawalan puluhan personel polisi dari Polres Aceh Barat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun
Serambi, menyebutkan sejumlah peserta dari empat kabupaten meliputi Aceh Barat,
Aceh Jaya, Aceh Barat Daya (Abdya) dan Aceh Singkil yang tiba di Hotel Meuligoe
Meulaboh pada Minggu (10/11) malam diusir oleh PETA agar tidak mengikuti
kegiatan tersebut, sehingga sejumlah peserta terpaksa balik kanan kembali ke
daerah masing-masing.
Aksi larangan kegiatan oleh PETA
berlanjut pada Senin (11/11) kemarin, sehingga peserta yang ditargetkan 100
orang dari masing-masing kabupaten 25 orang dari berbagai komponen baik MAA dan
lembaga lainnya menjadi berkurang. Bahkan jadwal pembukaan yang direncanakan
pukul 09.00 WIB molor hingga pukul 10.45 WIB yang dibuka Staf Ahli Bupati Aceh
Barat, Syamsul Nahar.
Dalam sambutannya Syamsul Nahar saat
menyatakan, dengan dialog diharapkan tercipta persepsi sama dan adat yang ada
di Aceh berlandaskan syariat Islam. Dengan adanya lembaga Wali Nanggroe
diharapkan dapat mengembalikan adat istiadat Aceh yang hilang. “Seperti
diketahui Aceh dikenal Serambi Mekah. Ini bukan alasan karena Aceh miniatur
Jazirah Arab,” katanya.
Pembukaan kegiatan yang berlangsung
selama dua hari (Senin dan Selasa) dikawal ketat oleh aparat kepolisian dengan
mengerahkan personel 60 orang lebih lengkap dengan mobil serbu (panser) yang
dipimpin Wakapolres Aceh Barat. Sebelumnya kegiatan nyaris batal, tetapi pihak
panitia adalah Ketua MAA Aceh, Badruzzaman Ismail menyampaikan hal baik ke
Polres dan Polda Aceh.
Kegiatan dialog persuasif pemangku
kepentingan Aceh dengan tema “Lembaga Wali Nanggroe sebagai simbol pemersatu
suku-suku bangsa di Aceh dalam mengawal perdamaian dan peradaban Aceh yang
bermartabat” di Meulaboh itu, merupakan yang kedua setelah sebelumnya
dilaksanakan di Banda Aceh, dan nanti akan dilaksanakan juga di Langsa, Sabang,
Sinabang, Takengon, dan Kutacane.
Aksi protes anggota PETA dilakukan sejak
Minggu sore dengan mengerahkan puluhan anggotanya ke Hotel Meuligoe sehingga
peserta yang baru tiba disuruh pulang kembali seperti dari Aceh Jaya dan
Singkil sehingga peserta dari Aceh Jaya terpaka pulang kembali ke daerahnya.
Ketua PETA Aceh Barat, Amiruddin
didampingi Panglima PETA Taufik mengatakan, aksi protes yang mereka lakukan
kepada MAA karena kegiatan dilakukan terhadap Wali Nanggroe yang jelas-jelas
ditolak di Aceh Barat. “Wali Nanggroe tidak diterima oleh masyarakat di Aceh
Barat, karenanya tidak perlu dibuat di Meulaboh,” kata Taufik.
Sementara itu, Ketua MAA Aceh,
Badruzzaman Ismail SH MHum yang dikonfirmasi setelah pembukaan kegiatan dialog
mengatakan, protes yang dilakukan oleh PETA merupakan hal biasa dan dirinya
menerima sebab itu demokrasi, artinya rukun. Namun ia mengaku kadang-kadang
protes salah paham. “Saya hargai, saya senang, yang penting tidak merusak dan
kita hormati semua,” katanya.
Menurutnya, kegiatan ini tetap
dilanjutkan meski ada sejumlah peserta yang pulang karena uang anggaran sudah
diplot dalam APBA sehingga harus dilaksanakan. Artinya kegiatan yang
dilaksanakan sudah ada izin serta sudah ditempuh prosedur yang ada. “Intinya
sosialisasi, menjadi kesamaan dan berbeda biasa. Ini pendekatan budaya,”
katanya.
Aksi protes PETA berlanjut pada siang
kemarin, sekitar 25 anggotanya dengan membawa poster bertuliskan penolakan
kegiatan sosialisasi dan dialog soal Wali Nanggroe di Meulaboh. Mereka meminta
bertemu dengan MAA Aceh selaku panitia kegiatan, tetapi tidak berhasil. Protes
yang juga mendapat pengawalan ketat dari polisi ini akhirnya membubarkan diri
setelah sekitar satu jam melaksanakan aksinya.(riz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar